Sabtu, 17 April 2010

Kebiasaan Menipu Mendatangkan Kemarau Panjang Dan Penguasa Zalim

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam meminta kaum Muhajirin agar mewaspadai munculnya lima bala atau bencana yang disebabkan oleh lima dosa. Agar pemahaman kita utuh marilah kita perhatikan kelengkapan hadits tersebut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ

أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا

إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ

الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ

وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ

إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا

مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا

مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

Dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajah ke kami dan bersabda: "Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya; (1) Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. (2) Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim. (3) Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. (4) Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan (5) tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka." (HR Ibnu Majah 4009)

Saudaraku, sungguh jika kita perhatikan hadits ini lalu direfleksikan kepada kondisi negeri dimana kita hidup dewasa ini –bahkan kondisi dunia secara umum- maka nyata benar bahwa kelima-limanya sudah menjadi kenyataan pada zaman penuh fitnah dewasa ini..! Silahkan kita perhatikan satu per satu peringatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas:



Kedua, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta kita mewaspadai tersebarnya kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan (kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran) di tengah masyarakat. Kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan akan meyebabkan terjadinya kemarau berkepanjangan dan hadirnya penguasa zalim di tengah masyarakat.

وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ

وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ

”(2)Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim.” (HR Ibnu Majah 4009)

Dewasa ini kitapun merasakan hal ini telah menjadi realitas dalam kehidupan baik pada skala nasional maupun global. Banyak sekali manusia yang mengembangkan kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran. Ini merupakan suatu kebiasaan buruk yang pada intinya bersumber dari kebiasaan menipu demi memperoleh keuntungan dunia yang sedikit malalui cara yang tidak halal.



Kebiasaan menipu telah merebak di segenap lapisan masyarakat, baik kalangan bawah maupun lapisan elit. Baik itu rakyat biasa maupun para pejabat tinggi. Bagitu pula ia telah merebak sejak usia masih duduk di bangku sekolah sampai menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Kalangan berusia muda maupun kaum manula. Dan kebiasaan menipu ini ditampilkan baik dengan cara kasar-transparan maupun halus-tersamar. Masyarakat menyaksikan bagaimana pejabat publik mengambil keputusan melakukan korupsi secara terang-terangan sambil berlindung di balik berbagai dalil perundang-undangan formal. Atau masyarakat biasa melakukan korupsi terselubung seperti misalnya: seorang Pegawai Negeri Sipil tidak punya anak, lalu mendaftarkan anak angkat sebagai anak kandung supaya dapat tunjangan. Atau seorang janda yang ditinggal wafat seorang suami PNS, padahal sudah menikah lagi namun tidak melaporkannya, sehingga walau sudah tidak janda tetap memperoleh pensiun janda. Atau misalnya seorang anak yang sudah nikah tidak dilaporkan agar tetap dapat tunjangan keluarga. Atau seorang siswa bahkan guru terlibat dalam jual-beli soal-soal dan kunci-kunci jawaban Ujian Nasional (UN). Masih pedulikah mereka apakah uang dari kebiasaan menipu itu halal atau haram?

Semua kebiasaan menipu di atas telah menjadi fenomena umum di tengah masyarakat dewasa ini. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperingatkan kita selaku ummatnya bahwa hal ini akan mendatangkan konsekuensi buruk bagi masyarakat tersebut. Sehingga musim menjadi kacau balau. Bila datang musim kemarau, maka kemarau itu panjang dan sangat getir bagi kebanyakan manusia. Bila datang musim penghujan, maka air hujan yang turun seringkali menjadi sumber bencana seperti banjir dan longsor dimana-mana. Di samping itu Allah akan taqdirkan munculnya penguasa zalim di tengah masyarakat jika kebiasaan menipu telah menggejala.

Sejujurnya, inilah yang sekarang berlaku. Karena banyaknya bentuk kebiasaan menipu, maka muncullah kemarau panjang dan penguasa zalim. Pantas melalui kitabNya Allah melarang kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan (kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran):

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ

مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ

إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ

وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ

وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ

وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ

”Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syuaib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS Huud ayat 84-85)



Jika demikian keadaannya, masihkah kita perlu heran mengapa musim kian tahun kian sulit diprediksi? Dan mengapa alam tampaknya kian tidak bersahabat dengan manusia yang hidup di sekitarnya, sehingga muncullah bencana kelaparan ketika kemarau dan banjir serta longsor ketika musim hujan. Masihkah kita mesti kebingungan mengapa para penguasa di berbagai level kepemimpinan, baik kepala desa hingga presiden negara adikuasa berperilaku zalim dan dibenci oleh sebagian besar rakyat yang dipimpinnya?

Saudaraku, marilah kita menjadi manusia jujur dalam segala gerak-gerik hidup. Marilah kita cukupkan takaran dan timbangan dengan adil, sehingga musim dan cuaca menjadi bersahabat kembali dengan manusia. Sehingga pemimpin yang muncul di tengah kita merupakan pemimpin yang amanah, adil dan jauh lebih takut kepada konsekuensi di akhirat yang kekal daripada sekedar memperhitungkan akibat di dunia fana. Amin ya Rabb.

Faktor-faktor kesuksesan





يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (45) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (46)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS. 8: 45-46)

Inilah faktor-faktor kemenangan yang hakiki: tsabat (teguh pendirian) saat berhadapan dengan musuh, berhubungan dengan Allah melalui dzikir, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, menghindari perselisihan dan perpecahan, sabar menghadapi beban berat perang, serta menghindari sikap angkuh, riya’, dan sewenang-wenang.

Tsabat (teguh) adalah awal perjalanan menuju kemenangan. Kelompok yang menang adalah yang paling teguh. Tahukah orang-orang mukmin bahwa musuh mereka menghadapi kesulitan yang lebih berat daripada apa yang mereka hadapi, dan bahwa merasakan sakit seperti mereka, tetapi musuh mereka tidak mengharapkan sesuatu dari Allah seperti yang orang-orang mukmin harapkan? Jadi, musuh Islam tidak punya motivasi harapan kepada Allah yang bisa meneguhkan pendirian dan hati mereka! Seandainya orang-orang mukmin bisa teguh barang sebentar, maka musuh mereka pasti patah semangat lalu kalah. Apa yang bisa menggoyahkan kaki orang-orang mukmin saat mereka yakin akan memperoleh salah satu dari dua kebaikan: syahid atau kemenangan? Sementara itu, musuh mereka hanya menginginkan kehidupan dunia. Mereka sangat tamak terhadap kehidupan dunia, tidak memiliki harapan terhadap kehidupan sesudahnya. Kehidupan mereka hanyalah di dunia.

Banyak berdzikir kepada Allah saat berhadapan dengan musuh merupakan arahan abadi bagi setiap mukmin. Ia juga merupakan ajaran tetap yang mengakar di hati kelompok mukmin. Al-Qur’an telah menceritakannya dalam sejarah umat Muslim dalam parade iman sepanjang sejarah.

Diantara kisah yang dituturkan al-Qur’an adalah ucapan para penyihir Fira’un ketika hati mereka menyerah kepada iman secara tiba-tiba. Para penyihir itu berkata:

“Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.’ (Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (al-A’raf : 26)

Begitu pula kisah orang-orang mukmin minoritas dari kalangan Bani Israil saat mereka menghadapi Jalut dan pasukannya:

“Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tenteranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdoa, ‘Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir’” (al-Baqarah: 250)

Begitu pula kisah tentang kelompok-kelompok mukmin sepanjang sejarah saat menghadapi perang:
“Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan alah, dan tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (Ali Imran: 146-147).

Ajaran ini telah mengakar di dalam jiwa jama‘ah muslim, sehingga inilah yang menjadi watak mereka saat menghadapi musuh. Sesudah itu, Allah mengisahkan kelompok yang mendapatkan luka-luka dalam perang Uhud. Ketika mereka diajak berperang pada hari kedua, maka ajaran ini hadir dalam jiwa mereka:
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,’ maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baiknya Pelindung’” (Ali Imran (3): 173)

Dzikir kepada Allah saat berhadapan dengan musuh memainkan banyak fungsi. Ia menghubungkan umat Islam dengan kekuatan yang tidak terkalahkan dan melahirkan keyakinan kepada Allah yang menolong para kekasih-Nya. Pada saat yang sama, dzikir dapat menghadirkan hakikat perang, motivasi, dan tujuannya ke dalam hati, yaitu perang demi Allah, untuk menetapkan uluhiyah-Nya di muka bumi, dan mengusir para thaghut yang mencuri uluhiyah ini. Jadi, perang tersebut bertujuan agar kalimat Allah menjadi yang paling tinggi, bukan untuk kejayaan pribadi atau bangsa. Selain itu, perintah tersebut menegaskan kewajiban dzikir kepada Allah di saat-saat paling kritis dan situasi paling sulit. Semua itu merupakan inspirasi yang memiliki arti penting dalam perang. Semua inspirasi tersebut dapat diwujudkan oleh ajaran Robbani ini.

Sedangkan tujuan taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah agar orang-orang mukmin turun ke kancah perang dalam keadaan berserah diri kepada Allah, sehingga berbagai penyebab perselisihan dapat dicegah dengan ketaatan tersebut:

“...Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu...” (46)

Manusia tidak saling berbantah kecuali ketika kepemimpinan dan komando terbagi-bagi, dan pada saat hawa nafsu menguasai pendapat dan pikiran. Apabila manusia berserah diri kepada Allah dan patuh kepada Rasul-Nya, maka penyebab pertama dan utama perselisihan dapat dihilangkan—meskipun sudut pandang terhadap masalah yang dihadapi berbeda-beda. Karena hal yang memicu perselisihan bukan perbedaan sudut pandang, melainkan hawa nafsu yang mengagitasi tiap orang untuk memaksakan sudut pandangnya meskipun ia mengetahui mana yang benar!

Hal yang menyebabkan percekcokan adalah meletakkan ego dan kebenaran dalam satu timbangan, lalu memenangkan ego di atas kebenaran! Dari sini Allah memberi ajaran untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam perang. Ini adalah bagian dari proses kontrol yang harus dilakukan dalam perang. Itulah ketaatan terhadap pimpinan tertinggi di dalam perang. Dari sini muncul perintah untuk menaati panglima yang memimpin perang. Ketaatan tersebut adalah ketaatan dari hati yang mendalam, bukan sebatas ketaatan struktural di tengah pasukan yang tidak berjihad karena Allah, dimana loyalitas kepada pemimpin tidak didasarkan loyalitas kepada Allah sama sekali. Perbedaan antara keduanya sangat jauh.

Jumat, 16 April 2010

Muslimah Kini dan Nanti



“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya .... ” (QS An-Nur : 31)


Sudah sering mendengar ayat ini? atau mungkin telah mengahafalnya? Ya ... ayat ini menjadi bukti betapa Islam melindungi seorang wanita. Kemuliaan seorang wanita dalam Islam terletak pada usahanya untuk menjaga kehormatan dirinya. Islam telah mengatur bagaimana seorang wanita bisa menjadi mulia dengan akhlaq, menutup aurat dan melaksanakan perintah Allah. Perintah menutup aurat bukan mengekang kebebasan seorang wanita, justru memperlihatkan bahwa Islam mengerti dengan apa yang dibutuhkan oleh wanita.

Bila diibaratkan, terdapat dua buah kue yang sama jenisnya, dijual di tempat yang terpisah, yang satu ditaruh di etalase kaca bertulisan jangan disentuh dan yang satu lagi dibiarkan “berdesakan” dengan jajanan lain tanpa penutup apa-apa dan yang pasti telah sering dipegang oleh tangan-tangan yang belum tentu steril.

Nah, kita diminta memilih, mana yang akan kita beli ? secara logika tentu saja kita pilih yang tidak pernah dipegang karena pasti terjaga kualitasnya. Seperti itu pula wanita, begitu sayangnya Allah sehingga Ia ingin menjadian kita sesuatu yang “mewah” dan suci karena terlindungi ....


sebuah kisah akan mengingatkan kita pada wanita mulia ....


Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya.”


Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah menyembuhkannya.' Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah menyembuhkanmu.' Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, aura tku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’ "


Apa amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga? Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam? Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam. Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya.


Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperliha tkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya. Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, dan amalan-amalan salihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.


Subhanallah, ternyata untuk menjadi mulia tidak butuh kosmetik mahal, perawatan kulit untuk menjadi putih dan alat-alat kecantikan lainnya, namun yang dibutuhkan hanya kesabaran dalam “memutihkan” hati dan menjaga kesucian diri.


Sekarang, patutlah diri di depan kaca, dan katakanlah bahwa saya akan menjadi seorang wanita mulia mulai sekarang dan nanti. Kenapa nanti? karena tidak ada yang tahu apakah kita masih seperti sekarang besok, beberapa hari lagi bahkan bertahun-tahun berikutnya, karena baiknya iman kita saat ini ... ketulusan yang hadir hari ini belum tentu bertahan hingga nanti jika tidak ada usaha untuk memperbaiki diri.


Kesempatan untuk memompa semangat tidak selalu datang begitu saja, ia butuh diberi sebuah asupan dari saat ini, keinginan untuk terus berubahpun tak datang tiba-tiba karena butuh keteguhan dan kekuatan cinta pada Ilahi. Modal tersebut akan didapat melalui proses pencarian sebuah ilmu yang mampu memantapkan hati kita bahwa muslimah seperti inilah yang diharapkan muncul dari sebuah generasi pembaharu.

Muslimah yang teguh dengan hijabnya, yang terus menambah wawasan keislamannya dan muslimah yang mampu mempengaruhi orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Jilbab yang hadir di tengah masyarakat yang gersang akan ilmu agama bisa menarik orang lain untuk mendalami Islam, apalagi bila ditambah dengan kecerdasan dan talenta yang dimilki oleh muslimah tersebut,maka akan dapat menimbulkan tarikan yang lebih kepada mereka.


Berangkat dari pemahaman inilah terdapat kesimpulan bahwa ancaman muslimah dalam kehidupannya dipengaruhi oleh lingkungan yang homogen dan heterogen. Hanya tinggal muslimah itulah yang berusaha untuk menjaga dirinya sekarang dan hingga nanti ... Wallahu’alam bishowwab

Selasa, 13 April 2010

Mencari Rahmat Allah

CIRI CIRI ORANG MENDAPATKAN RAHMAT ALLAH

Tidak ada satupun muslim dan manusia di dunia ini yang tidak mengharapkan rahmat Allah. Oleh karena itulah semua orang berdo’a memohon supaya rahmat Allah selalu menaungi dirinya. Tetapi apakah setiap orang akan mendapatkan rahmat Allah ? Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 218 “

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Berdasarkan ayat tersebut Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang memiliki 3 ciri dasar layak untuk mendapatkan rahmat Allah yaitu :

1. orang-orang beriman

Iman yang dimaksud adalah iman yang benar yaitu benar dalam pemahaman dan benar dalam aplikasinya. Banyak orang yang paham tentang keimanan tetapi tidak mau mengamalkannya, akibatnya keimanannya tidak produktif karena imannya sebatas pada pemahaman dan pengetahuan semata. Sesungguhnya iman sangat erat hubungannya dengan amal solih, yaitu amal solih merupakan wujud dan aplikasi kebenaran dari keimanan seseorang.

2. orang-orang yang berhijrah

Jika pada ciri yang pertama pada tataran ideologi dan keyakinan maka ciri yang kedua adalah pada tataran aplikasi. Orang yang akan mendapatkan rahmat Allah akan memiliki gairah dan semangat untuk meninggalkan segala macam kemaksiatan dan kemungkaran yang telah dilakukan, apalagi jika kemaksiatan dan kemungkaran itu telah menjadi tradisi dalam hidupnya maka dibutuhkan semangat untuk mentransfer dirinya dari ruang-ruang kemaksiatan dan kemungkaran ke ruang-ruang kebaikan dan kemaslahatan baik kebaikan dan kemaslahatan untuk dirinya sendiri atau pun untuk orang lain. Hijrah secara harfiah merupakan berpindah dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Sebagaimana Rasulullah beserta para sahabat yang berhijrah dari Mekkah ke Madina yang harus mengorbankan segala yang mereka punya untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dalam beribadah kepada Allag. Maka seseorang akan mendapatkan rahmat Allah jika dia mau mengorbankan segala apa yang dimiliki untuk bisa mentransfer dirinya dari ruang kemaksiatan dan kemungkaran ke dalam ruang-ruang kebaikan dan kemaslahatan

3. orang-orang yang berjihad

Maksudnya adalah ada semangat untuk terlibat aktif dalam menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan kepada masyarakat, dan keterlibatan dalam menyebarkan kebaikan itu membutuhkan semangat dan mental keberanian layaknya seorang pejuang

Kamis, 08 April 2010

Jangan Lupa Bersyukur

Nabi sallallahu`alayhi wa sallam bersabda, "Ada dua nikmat di mana banyak manusia terpedaya di dalamnya, yaitu sehat dan waktu luang." [Shahih Bukhari, Kitab 81, Bab 1, Hadits No 6.412, hal 1232.]

Ini adalah kisah nyata yang disertai dengan gambar.

Jika Allah memberi Anda hidayah, ini dapat mengubah hidup, cara berpikir, dan tujuan utama dalam hidup Anda.

Ini adalah cerita tentang seseorang dari Bahrain bernama Ibrahim Nasser. Dia telah lumpuh total sejak lahir dan hanya dapat menggerakkan kepala dan jarinya. Bahkan bernapasnya dilakukan dengan alat bantu.



Pemuda ini sangat ingin bertemu syekh Nabeel Al-Awdi. Maka, ayah Ibrahim pun menghubungi syekh lewat telepon untuk mengatur kunjungan menemui Ibrahim.

Ini syekh Nabeel tiba di bandara.



Ibrahim sangat senang melihat syekh Nabeel membuka pintu kamarnya. Kita hanya bisa melihat kebahagiaan dari ekspresi wajahnya karena ia tidak dapat berbicara.



Saat syekh Ibrahim Nabeel memasuki kamar.



Dan ini adalah ekspresi Ibrahim ketika bertemu dengan syekh Nabeel.

Perhatikan alat pernapasan di leher Ibrahim... Ia bahkan tidak mampu bernapas dengan normal.



Dan sebuah ciuman di kepala untuk Ibrahim.



Ibrahim dengan ayahnya, pamannya, dan syekh Nabeel.

Lalu syekh Nabeel dan Ibrahim mulai berbicara tentang dakwah di internet dan perjuangannya yang diperlukan. Mereka juga saling bertukar cerita.



Dan selama percakapan mereka itu, syekh Ibrahim Nabeel melontarkan pertanyaan. Sebuah pertanyaan yang membuat Ibrahim menangis... dan air mata bergulir di pipi Ibrahim.



Ibrahim tidak bisa menahan tangisnya ketika ia ingat beberapa kenangan masa lalunya yang menyakitkan.



Ini adalah ketika syekh Nabeel menyeka air mata dari wajah Ibrahim.

Apakah Anda tahu pertanyaan apa yang membuat Ibrahim menangis?

Syekh itu bertanya: Oh Ibrahim, jika Allah telah memberi kesehatan kepadamu... apa yang akan kamu lakukan?

Dan dengan demikian Ibrahim menangis tersedu-sedu, dan ia membuat syekh, ayahnya, pamannya dan semua orang di ruangan menangis .. bahkan pria yang memegang kamera pun menangis juga.



Dan jawabannya adalah: "Demi Allah saya akan melaksanakan shalat di masjid dengan sukacita.. Saya akan menggunakan nikmat kesehatan saya dalam segala sesuatu yang akan menyenangkan Allah SWT."

Saudara-saudariku, Allah telah menganugerahi kita dengan kelincahan dan kesehatan.

Tapi kita tidak melaksanakan (mendirikan) ibadah shalat kita di masjid! Dan kita duduk berjam-jam di depan komputer atau TV!

"Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (QS. Qaf: 37).

Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang benar dan menjaga diri kita agar tetap berpendirian teguh.





"Jangan pernah menyesali hidup yang saat ini kita jalani sekalipun itu hanya untuk satu hari. Hari-hari yang baik memberikan kebahagiaan; hari-hari yang kurang baik memberikan hikmah dan pengalaman; kedua-duanya memberi arti bagi kehidupan."

"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari)

"Sebaik-baik Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang bukan kepentingannya/urusannya" (H.R. Turmudzi)

Sumber : http://islamunderattack.multiply.com

Rabu, 07 April 2010

Struktur Kepengurusan Ekskul Rohis Tahun Ajaran 2009-2010

Ketua: Randi Apriandi

Wakil: Mulyadi

Sekertaris: Desy Wulandari

Usi Hariyati

Bendahara: Nastiti Adzimah

Lina Febriani

Koord, Sholat Dzuhur: Suryadi

Endang

Angga

Ajeng

Koord, Sholat Jum’at: Eko Afif

Wahyu Tri

Ayodia FM

Koord, Keputrian: Susi

Dyah

PJ Harian: Mulyadi, Suryadi, Randi

PJ Amal: Ayodia

MC: Fariz, Bayu

Minggu, 04 April 2010

Hakikat ROHIS

Rohis berasal dari kata "Rohani" dan "Islam", yang berarti sebuah lembaga untuk memperkuat keislaman. Rohis biasanya dikemas dalam bentuk ekstrakurikuler (ekskul). Padahal fungsi Rohis yang sebenarnya adalah forum, mentoring, dakwah, dan berbagi. Susunan dalam rohis layaknya OSIS, di dalamnya terdapat ketua, wakil, bendahara, sekretaris, dan divisi-divisi yang bertugas pada bagiannya masing-masing Rohis umumnya memiliki kegiatan yang terpisah antara anggota pria dan wanita hal ini dikarenakan perbedaan muhrim diantara anggota. kebersamaan dapat juga terjalin antar anggota dengan rapat kegiatan serta kegiatan-kegiatan diluar ruangan. utama rohis mendidik siswa menjadi lebih islami dna mnegenal dengan baik dunia keislaman, dalam pelaksanaannya anggota rohis memiliki kelebihan dalam penyampaian dakwah dan bernyanyi lagulagu islam atau bernasyid, hal itu karena dalam kegiatannya rohis juga mengajarkan hal tersebut.